Senin, 06 Februari 2017

Bicycle, Friends & Me

sumber: pinterest.com

Rasanya rindu kalo melihat gambar ini. Rindu bersepeda bareng teman-teman yang lain. Rindu sebagai penjelajah menyusuri gang-gang untuk mencapai sebuah misi. Rindu ketawa bareng kalo tiba-tiba nyetirnya nggak bener terus jatuh. Rindu pamer atraksi sepeda, padahal masih amatiran. Rindu hujan-hujanan naik sepeda sambil pake topi keresek. Rindu, pokoknya rinduuuuuuuuuuuu (Tuh, lihat kan huruf u-nya banyak banget, itu menunjukkan bahwa rindunya bener-bener rindu yang teramat dalam!).


Dulu waktu pertama kali belajar sepeda, pas duduk di bangku kelas empat SD. Tiap hari Minggu, bangun subuh-subuh, terus belajar bareng om dan sepupuku. Kita belajar di lapangan dekat rumah (Yaaaah, sekitar 300 meteran lah). Belajar sepeda emang perjuangan banget! Perjuangan yang amat menyenangkan. Emang sih, awal belajar sepeda nyetirnya belak belok, terus jatuh di semak-semak, bangun-bangun kaki lecet semua, tapi sangking senengnya sampe nggak kerasa sakit. Pernah dulu sampe kuku jari kelingking kaki copot dan berdarah, dan itu baru tahu pas mau pulang kok tiba-tiba banyak darah, eh tau-tau kuku kaki copot. Tapi itu bener-bener nggak kerasa sakit, aneh yaaa? Apa mungkin aku terlalu mendalami ilmu bersepeda? Wkwk. 


Daaaan akhirnya, setelah alasan ina inu, rayu sana rayu sini ke ibu e dan bapak e aku diizini naik sepeda ke sekolah. Malem sebelum berangkat naik sepeda, nggak bisa tidur, rasanya nggak sabar pengen cepet-cepet pagi hehe. Pagi-pagi abis sarapan, trus pamitan, gagah banget pas ngeluarin sepeda dari rumah, sambil minta doa restu biar pergi-pulang sekolah selamet, akhirnya aku mulai mengayuh sepeda, eeeh pas baru jarak beberapa jengkal aku nabrak trotoar dan jatuh. Tapi aku bagaikan gadis kecil yang sangat kuat dan gagah (tapi, nggak berotot kekar lhooo! Haha), aku bangun-bangun sendiri terus melanjutkan bersepeda sama yang lain. Pas hampir nyampe sekolah, itu becak atau aku yang salah, tau-tau tabrakan dan sepedaku oleng, untung nggak sampe jatuh. Akhirnya aku melanjutkan mengayuh sepeda, dan sampe deh di sekolah. Horeeee!! Waktu itu sepeda menjadi sahabatku banget! Kemana-mana naik sepeda, dari sekolah, les, sama main ke rumah temen. Kalo les, dulu aku dan temen-temen berangkat lebih awal, pokoknya setengah jam sebelum les dimulai kita mesti sampe di sekolah buat sepedaan keliling lapangan sekolah. Kadang atraksi-atraksi gitu, padahal sendirinya masih amatiran haha. Tapi seru banget, rasanya kegembiraan yang tidak bisa diungkap oleh kata-kata. Naaah, dulu kalo hujan pas pulang les, kita pake keresek buat nutupin kepala kita, tapi tetep aja basah kuyup. Kadang kita berhenti sebentar, buat neduh dan cerita-cerita sama yang lain, nggak lupa juga kita gogosipan wkwk (Pliiis, untuk anak SD jangan ditiru yaaa wkwk). Pulang sekolah, kita selalu menyusuri gang-gang, misinya sih untuk mencari jalan baru atau jalan alternatif. Kadang kita juga pernah terjebak di gang buntu, terus kesasar, terus lupa jalan keluar, tapi itu sangat menyenangkaaaaan! Pernah dulu SMP juga sama menjelajah gang-gang, tapi jangkauannya lebih luas, misinya pun juga luas (tapi maaf tidak bisa menyebutkan di sini *privasi*) hehe. Dulu aku pernah bertabrakan sama temenku, waktu itu jalan di depan sekolah ada gundukannya kita sama-sama bersepeda beriringan, tapi nggak tahu tiba-tiba setir sepeda kita bersenggolan dan akhirnya kita berdua jatuh dan ketawa bareng. Dan hari itu pula kita memperingatinya sebagai hari jatuhnya kita dari sepeda, tanggal 22 September (Bagi yang merasa ini sangat penting silahkan dicatet di kalender masing-masing wkwk).


Mungkin itu yang bisa aku ceritakan dari kenangan bersepeda. See you…..




-SS-
Kamis, 12 Januari 2017

Noted!




Ini bukan tentang lebih tua, seumuran, atau lebih muda. Ini tentang yang menyeimbangkan hidup dan yang bisa berjalan beriringan. Yang memberi kedamaian di hati, kenyamanan di sisi, dan kasih sayang tiada henti. Tentang tertawa bersama, saling mensupport, mendoakan satu sama lain, berbicara lepas tak berbatas tanpa berpikir ini pantas atau tidak. Ketika dunia begitu kejam, dia menjadi tempatmu untuk selalu pulang. Yang bisa membuatmu sangat sabar dan berusaha mengerti meski sulit. Menerimamu apa adanya meskipun kamu cuma seadanya. Wajah mungkin tak rupawan tapi kebersamaan dengannya itu sesuatu yang kamu yakin harus kamu perjuangkan. Masa lalunya tidak kamu persoalkan karena tahu itu yang membentuknya sekarang. Kekurangan masing-masing adalah tugas bersama untuk belajar saling menerima dan memperbaiki agar jadi lebih baik. Tentang dia yang kamu ikhlas seumur hidup menjadi makmum/imamnya. Membuatmu bangga menjadi ibu/ayah dari anak-anaknya.

-Repost Tumblr


Jumat, 06 Januari 2017

Short Story




Pada suatu hari di ruang tunggu penumpang, entah saat itu bagiku aquarium yang ada di depanku lebih menarik dilihat daripada gadget yang sedari tadi aku pegang. Sangking excitednya melihat ikan, sampai jari-jari telunjuk ikut menunjuk-nunjuk ikan yang berkutat di balik kaca. Dan tiba-tiba seorang bapak di sebelahku, membuka obrolan.....

*Bapak = B
  Aku = A

B = Adek tujuannya mau kemana?
A = Mau ke Jakarta , om
B = Ikut penerbangan apa?
A = Ikut penerbangan JT.....
B = Adek ke Jakartanya sendirian?
A = Ehm, iya om
B = Emang berani? Ayah sama Ibu kenapa gak ikut?
A = Berani kok om
B = Ke Jakarta mau ke rumah saudara?
A = Nggak om, kuliah 
B = Lha, udah kuliah? Om pikir adek masih SMP lho! 
A = ............... ehmmm

Seketika itu perasaan campur aduk antara seneng dan sedih dibilang masih SMP. Seneng, setidaknya terlihat masih muda. Sedih, emang postur tubuh tidak memenuhi syarat jadi anak kuliahan yaa? *hiks. Dan ini sudah kesekian kalinya aku dibilang anak SMP :"
Kamis, 05 Januari 2017

Dear You & I

Tulisan ini hanya fiktif belaka....

Aku

Aku memandangmu sebagai lelaki, lebih dari sekedar seorang teman. Tapi kau tidak pernah tahu, bukan? Aku memandangmu sebagai lelaki, bahkan jauh sebelum kau memperjuangkanku. Aku tahu kau pernah memperjuangkanku meski tidak pernah kau katakan. Tapi entah saat ini, apakah kau masih mempertahankanku? Meski dulu seolah aku sedikit memberi jarak padamu, bukan karena aku membencimu, tapi hanya sekedar ingin membebaskanmu. Aku tidak ingin kita terikat pada saat itu dengan membatasi kebebasan dan keinginanmu, karena aku tahu kau adalah seorang lelaki yang rela mengorbankan apapun demi seseorang, bahkan seluruh hatimu yang tulus itu. Saat itu kita masih sangat muda, perjalanan kita masih panjang dan aku tidak ingin menahan sayap-sayapmu untuk mencari sesuatu sebagai bekalmu dewasa kelak. Bukan, aku harap kau tidak berprasangka yang bukan-bukan. Membebaskanmu seperti ini kau pikir adalah sesuatu yang sangat mudah? Terkadang ada rasa khawatir yang mengganggu. Tapi selebihnya aku yakin padamu, bahwa kau baik-baik saja di sana. Mengenai perasaan, aku takkan risau, meski suatu hari perasaanmu sudah berganti, tapi pernah memandangmu sebagai lelaki, bagiku serasa aku pernah memiliki dunia dan seisinya.

Dan di sini yang ku tunggu, kau adalah seorang lelaki, entah perasaanmu berubah atau tidak padaku, aku tidak peduli, yang ku tunggu ketika kita bertemu aku ingin melihat kau tersenyum bahagia. Jika suatu hari kita bertemu dengan membawa perasaan yang sama, mau kah kau menceritakan sekelumit perjuanganmu itu padaku? 


Kau

Dulu, entah apa yang mendorongku untuk dekat denganmu. Bercerita tentang kehidupan, kepenatananku akan suatu hal dan kegiatanku yang itu-itu saja yang membuatku bosan, dan bagiku kau menjadi tempat mengadu yang paling nyaman setelah Tuhan. Tapi entah bagimu? Apakah aku adalah seseorang yang sulit? Dan suatu ketika perasaan telah berkata, seolah aku ingin menjadikanmu seseorang yang pantas aku perjuangkan. Mungkin waktu itu terlalu cepat bagimu, dan tidak mudah bagimu menerima perubahan sikapku atau perlakuanku terhadapmu, dan kau mulai sedikit memberi jarak padaku. Apa mungkin ada seseorang yang kau suka? Sungguh hatiku gelisah setengah mati. Aku takut kau benar-benar membenciku dan kita tidak bisa menjadi seperti dulu lagi. Serasa aku ingin berlari menujumu waktu itu, dan menjelaskannya semua padamu. Tapi ternyata, setelah beberapa lama, aku senang kau akhirnya menyapaku. Kau tidak tahu betapa senangnya aku, tapi mungkin itu bukan hal yang penting bagimu, bukan? Di setiap hari ulang tahunmu, aku akan selalu memimpikan bisa memberikan sesuatu padamu. Tapi aku terlalu takut memberikannya kepadamu, hingga saat ini pun hadiah-hadiah itu masih ku simpan rapi. Berharap jika kita bertemu dengan membawa perasaan yang sama, akan ku berikan padamu, dan akan aku ceritakan bagaimana ada seorang pangeran yang berjuang menaklukan hati seorang putri.
 

Blog Template by BloggerCandy.com